Thursday, April 4, 2013

Perumpamaan Manusia Dalam Gua

Plato (427-347 bc), salah seorang filsuf terbesar yang banyak mempengaruhi filsafat setelahnya. Baik dunia barat maupun timur tidak terkecuali teolog-teolog agama besar, saintis dan politikus praktis. Alfred North Whitehead, filsuf modern, bahkan mengatakan bahwa semua pemikiran falsafi yang ada bak catatan kaki dari pemikiran Plato. 
Plato sangat banyak meninggalkan karya tulis dan hampir semuanya bernuansa dialog, eksposisi, pengembangan dan pengujian kritik muncul dalam percakapan. Mungkin Plato pewaris tradisi lisan yang konsisten menulis atau penulis yang lisan sentris. Pengungkapan pendapat bersumber dari pemikiran yang ‘hanya’ terjadi dalam sebuah ekspresi. Penulis menilai filsafat Plato sebagai filsafat ekspresif dalam artian tulisan yang hidup. Abstraksi ide yang lahir bilamana dibayangkan atau dihadapi memenuhi persyaratan dalam situasi konkrit.
Perumpamaan tentang gua ditemukan dalam buku Plato “Politeia” (negeri). Perumpamaan ini merupakan kunci dari filsafat Plato, “Bayangkanlah ada sebuah gua; didalamnya ada tahanan yang tidak dapat memutarkan badan, duduk, menghadap tembok belakang gua, mereka sudah berada di sana seumur hidup dan tidak bisa melihat kemana-mana selain kedepan saja dan satu-satunya yang dapat mereka lihat adalah bayang-bayangan orang di dinding belakang gua karena pantulan api besar di depan pintu masuk, yang mereka dengar adalah suara-suara yang menggema di dalam gua.
Pada salah satu hari, salah seorang tawanan berusaha melepaskan diri dari ikatan-ikatannya. Hal pertama yang ingin diketahuinya adalah darimana asal semua bayang-bayang ini. Awal mulanya ia hanya melihat bayangannya sendiri, lama kelamaan ia melihat api. Ia tambah terpesona dan keluar dari gua, melihat dunia luar, orang lalu lalang, warna-warni dan alam. Penghuni gua ini bertanya pada dirinya sendiri dari mana asal semua yang ada ini, ia juga membandingkannya dengan bayang-bayang dalam gua.
Penghuni gua ini kegirangan karena kebebasan yang baru saja diperolehnya, ia teringat pada teman-temannya yang masih berada (terkurung) di gua. Lalu ia kembali untuk memberitahukan kabar gembira tentang pengetahuan (realitas) yang baru ia temukan. Ia juga meyakinkan teman-temannya bahwa ‘benda-benda’ di gua bukanlah realitas sebenarnya melainkan hanya bayangan fatamorgana dan bahwa mereka terkurung di dalam gua.
Namun, apa yang terjadi, semua penghuni gua itu menyangkalnya, menuduhnya mengada-ada, bahkan mereka membunuhnya karena mengacaukan pendirian mereka.”    

1 comment: