Deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’, yang berarti sesuatu yang harus
dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang
berlaku. Deontologi atau etika kewajiban sebagai ganti dari etika teleologi.
Perbedaan dari etika ini dengan yang lainnya ialah, etika yang tidak tergantung
dari hasil perbuatan atau terarah pada tujuan. Istilah ini digunakan pertama
kali oleh filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant (1724-1804).
Immanuel Kant lahir di koningsberg di Prussia
Timur yang sesudah Perang Dunia II termasuk wilayah Uni Soviet dan diganti
namanya menjadi Leningrad. Ayahnya seorang tukang pembuat pelana. Berkat
bantuan saudara-saudaranya ia dapat menyelesaikan studinya di universitas
Koningsberg, hingga akhirnya ia mengajar dan menjadi guru besar di universitas
yang sama. Ia tidak pernah meninggalkan kotanya sampai wafat. Kant adalah
filsuf modern Barat berpengaruh bahkan mungkin paling berpengaruh. Pemikirannya
yang analitis dan tajam (khususnya epistemologi, metafisika dan etika) mau tak
mau menjadi patokan dasar pemikiran filosofis sesudahnya.
Kant mengembangkan filsafat yang
dinamakannya “kritisisme” yang dilawankan dengan seluruh filsafat sebelumnya
yaitu “dogmatisme”. Dengan ini juga dimaksudkan Kant mengkritik pertentangan
diantara metafisika rasionalistik dan skeptisisme empirik, menurutnya kedua
pandangan itu sama-sama benar separuh dan salah separuhnya, baik “indra” maupun
“akal” sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi mengenai dunia.
Kant banyak dipengaruhi oleh Hume, dengan
mengkritik metafisika barat yang dinilainya telah melalaikan keterbatasan
pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya, tetapi Kant justru
meletakkan metafisika sebagai penjamin etika lebih jauh lagi eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat kehidupan moral.
Ada 3 karya Kant di bidang etika, The Foundation of the Metaphysics of Morals
(pendasaran metafisika moral, 1785), Critique
of Practical Reason (kritik akal budi praktis, 1788), dan Metaphysics of morals (metafisika moral).
Metode Kant disini adalah murni apriori, berarti tanpa menggunakan data-data
realitas, misalnya pandangan orang lain, nilai-nilai budaya, lembaga-lembaga,
perkembangan sejarah, struktur sosial, dlsb. Salah satu paham kunci dalam Kant
adalah akal budi. Akal budi ialah kemampuan untuk mengatasi medan panca indera,
medan alam. Akal budi dibedakan dalam dua jenis praktis dan teoritis,
perbedaannya ialah yang praktis tidak bersyaratkan data-data empiris, akal budi
inilah yang merupakan kemampuan memilih tindakan tanpa segala penentuan indrawi
,misalnya dorongan batin, kebutuhan, nafsu , emosi, perasaan, dlsb, jadi akal
budi praktis adalah kemampuan manusia bertindak tidak menurut hukum alam yang
ada.
Etika Kant disini menyangkut (saling
terkait) : suara hati, otonomi dan kebebasan dalam suara hati, konsep imperatif
kategoris dan pembedaan moral dari legalitas.
*Suara hati
Suatu sikap atau tindakan secara moral
betul hanya kalau itu sesuai dengan norma atau hukum moral. Dasar moralitas ini
ditemukan dalam prinsip-prinsip akal budi yang dimiliki secara umum oleh setiap
orang yang dengan demikian maka mengikat setiap orang yang berakal budi.
Dari prinsip akal budi inilah maka
dipergunakan suara hati yang adalah kesadaran kewajiban manusia dalam situasi konkret,
dorongan dalam jiwa untuk melakukan suatu hal dengan memandang kebebasan dan
tanggungjawab manusia.
*Otonomi dan kebebasan
Otonomi adalah sifat dari suara hati
manusia individual, bagaikan satpam dalam diri, ia hanya tunduk pada hukum yang
ditetapkannya sendiri. Kebebasan adalah konsekuensi dari kesadaran moral
manusia, jadi mengikut suara hati yang terdapat otonomi sekaligus menunjukan
kebebasan manusia dalam berkehendak.
Dalam pengembangan otonomi dan kebebasan,
Kant menempatkan Tuhan untuk menghindari bahaya heteronomi (penentuan etika
dari luar) dari etika teonom (etika teologi) kepada sumber hukum yang tertinggi
dan tujuan akhir yang bersifat mutlak di luar ruang lingkup moralitas. Tuhan
walaupun bukan bagian hakiki dan konstitutif dari filsafat Kant namun diperlukan
sebagai sumber moralitas mengikat sejauh ia disadari akal budi.
*Konsep imperatif kategoris
Imperatif kategoris (perintah yang mengikat
mutlak setiap mahkluk rasional dan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri).
Rumusan pokok imperatif kategorisnya yang menegaskan prinsip universalisasi
kaidah tindakan berbunyi sebagai berikut: "Bertindaklah sedemikian rupa sehingga prinsip atau kaidah tindakanmu
itu bisa sekaligus kau kehendaki sebagai kaidah yang berlaku umum".
Dan bentuk dari imperatif kategoris
mencakup didalamnya penghormatan terhadap kemanusiaan, yakni "Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau
memperlakukan kemanusiaan entah dalam dirimu sendiri atau dalam diri orang lain
senantiasa sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, dan tidak pernah melulu
sebagai sarana."
*Pembedaan moral dari legalitas
Kant sangat menekankan pelaksanaan kewajiban moral demi tugas itu
sendiri dan bukan demi tujuan-tujuan lain. Moralitas baginya menyediakan
kerangka dasar prinsip dan peraturan yang bersifat rasional dan yang mengikat
serta mengatur hidup setiap orang, lepas dari tujuan-tujuan dan
keinginan-keinginan pribadinya. Norma moral mengikat setiap orang di mana pun
dan kapan pun tanpa kecuali. Ia sangat menekankan kemurnian motivasi sebagai ciri
pokok tindakan moral, dan kemurnian ini nampak dari sikap mentaati kewajiban
moral demi hormat terhadap hukum/norma yang mengatur tingkah lakunya, bukan
demi alasan lain. Setiap orang mesti bertindak tidak hanya sesuai dengan tugas
dan kewajibannya tetapi juga demi tugas dan kewajibannya tersebut (kewajiban
demi kewajiban). Pelaksanaan tugas dan kewajiban moral karena itu dianggap
menguntungkan untuk dirinya atau orang lain, dianggap tidak ada kaitannya
dengan moralitas. (Yusuf Zainal)