*KONSEP HAK
MILIK KELUARGA DAN SISTEM SOSIAL DALAM KAITANNYA DENGAN KEADILAN DAN KEMAKMURAN
1.MASALAH
PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA
Sebagai bagian
dari hukum pada umumnya, hukum perdata juga bertujuan mengatur , sehingga
didapati masyarakat yang damai dan adil. Hukum perdata menentukan bahwa didalam
perhubungan antara orang, harus menundukan diri kepada apa saja kaidah yang
harus diindahkan. Dalam hal ini hukum perdata memberikan wewenang-wewenang di
satu pihak dan di lain pihak ia
membebankan kewajiban-kewajiban yang pemenuhannya-jika perlu dapat dipaksakan
dengan bantuan penguasa.
Berlakunya seseorang sebagai pembawa
hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Malahan
jika perlu untuk kepentingannya, dapat dihitung surut hingga mulai orang itu
berada di luar kandungan, asal saja ia kemudian dilahirkan hidup.
Suatu perbuatan hukum hanya dapat
memperoleh akibat hukum yang dimaksud secara lengkap, bilamana ia memenuhi
syarat-syarat yang diadakan oleh hukum. Jika syarat-syarat diatas tidak
dipenuhi, perbuatan itu lantas dapat diganggu gugat, yaitu dalam arti, bahwa
perbuatan itu lantas adalah batal secara mutlak (perbuatan itu mulai ketika itu
juga dan dalam keadaan apapun, tidak memperoleh efek hukum yang dituju,
sedangkan setiap orang dapat memakai kebatalan itu dalam suatu gugatan) atau ia
adalah batal secara nisbi.
Batal secara nisbi ialah :
kebatalannya hanya ada bilamana dan sekedar itu diminta oleh orang-orang
tertentu. Di samping dua jenis kebatalan ini ada lagi yang disebut hal yang
dapat dibatalkan : perbuatannya bagaimana juga memperoleh akibat hukum yang
dimaksud, tetapi atas gugatan orang-orang tertentu dan untuk kepentingan
orang-orang tersebut perbuatan tersebut dapat dinyatakan batal oleh hakim.
Kecakapan dalam berbuat itu bisa
dibedakan menjadi ;
a. kecakapan
berbuat yang umum, dan
b. yang khusus
Kecakapan berbuat yang umum adalah
kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dalam umumnya, sedangkan kecakapan
berbuat yang khusus ialah kecakapan untuk berbuat suatu perbuatan hukum jenis
tertentu saja.
Yang dimaksud dengan
pertanggungjawaban perdata ialah segala perbuatan hukum dalam lingkup privat
(hak-hak dan kewajiban-kewajiban) yang memenuhi syarat-syarat perbuatan hukum
dan dikerjakan oleh orang yang cakap.
2.PERKEMBANGAN
PENGERTIAN HAK MILIK DALAM HUBUNGAN DENGAN KEADILAN DAN KEMAKMURAN
Sebagai makhluk sosial yang merdeka, setiap orang mempunyai berbagai
macam hak untuk menjamin dan mempertahankan kehidupannya ditengah-tengah
masyarakat. Hak ialah peranan bagi seseorang atau suatu pihak (pemegangnya)
untuk bertindak atas sesuatu yang menjadi obyek dari obyeknya itu terhadap
orang lain. Hak yang dipunyai seseorang itu pada dasarnya dapat kita bedakan
atas dua jenis utama yang bila dipandang menurut sifatnya, yakni :
1. Hak yang bersifat asasi, yaitu hak yang harus ada pada setiap orang
untuk dapat hidup sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat selaras
dengan martabatnya sebagai pribadi yang terhormat.
2. Hak yang tidak bersifat asasi, yaitu hak yang secara wajar boleh
dimiliki oleh seseorang atau suatu pihak karena hubungannya yang khusus dengan
orang atau pihak lain pada suatu tempat dan waktu tertentu serta situasi dan
kondisi yang dianggap tepat.
Perbedaan antara kedua hak diatas, ialah, hak asasi merupakan hak yang
tidak dapat dikesampingkan dari seseorang dalam keadaan bagaimanapun sedangkan
hak yang tidak asasi, ialah hak yang masih dapat dikesampingkan karena adanya
suatu atau beberapa kepentingan yang lebih memaksa. Contoh hak yang tidak asasi
misalnya, segala hak yang dapat diperoleh berdasarkan hukum tetapi masih dapat
juga diganggu gugat (dalam arti dibatasi ataupun dihapus sama sekali) melalui
hukum itu sendiri bila ada satu atau beberapa kepentingan yang lebih memaksa,
yang antara lain adalah kepentingan umum.
Karena ‘hak’ berarti peranan tetapi yang boleh, jadi tidak harus
dilaksanakan (opsional). Berdasarkan rumusan diatas, hak milik ialah peranan
seseorang atau suatu pihak untuk memiliki sesuatu dan bertindak atas sesuatu
yang menjadi miliknya itu. Unsur kedua dalam hak ialah unsur ‘milik’. Tentu
saja yang menjadi obyek dalam hal ini merupakan kebendaan (termasuk di dalamnya
hewan dan tumbuhan) yakni hak yang obyeknya benda atau yang dipersamakan dengan
benda.
Sebagai salah satu dari sekian banyak hak kebendaan, hak milik seperti
yang telah kita ketahui merupakan hak kebendaan yang terkuat dan terpenuh
diantara hak-hak kebendaan lainnya. Dikatakan demikian karena pemegang hak
milik dapat berbuat apa saja terhadap barang miliknya itu, misalnya baik
memakai, menguasai sendiri ataupun menjual, menyewakan, meminjamkan kepada
pihak lain atau mengusahakan orang lain bertindak atas namanya dan atas
kehendaknya terhadap benda miliknya tersebut untuk mewakili dirinya sebagai
pemegang hak milik atas benda yang bersangkutan. Bahkan sampai merusakkan atau
memusnahkan benda miliknya tersebut pun secara yuridis tidak terlarang
sepanjang perusakan atau pemusnahan tersebut tidak mengganggu ketertiban dan tidak
merugikan orang lain.
Disamping itu pula hak milik adalah satu-satunya hak kebendaan yang
langgeng. Akibatnya setiap orang dapat sampai kapanpun bahkan seumur hidup
menikmati manfaat harta benda yang telah menjadi miliknya sepanjang hak milik
atas benda itu tidak dialihkan kepada orang lain. Bahkan bila orang tersebut
telah meninggal dunia sekalipun, hak milik atas segala harta benda yang
ditinggalkannya dengan sendirinya beralih kepada ahli warisnya. Karena itulah
maka hak milik merupakan pula satu-satunya hak yang dapat diperoleh dengan satu
langkah pengorbanan saja, yakni usaha untuk mendapatkan benda-benda yang hendak
dimiliki tersebut pada awal suatu pemilikan pada umumnya.
Menurut ajaran sejarah tentang hak milik, pada awal mulanya hukum
tidak mengenal adanya hak milik pribadi atau perorangan atas benda apapun juga.
Segala benda yang ada pada waktu itu semuanya dianggap sebagai hak milik
bersama para anggota masyarakat secara merata. Karena itu setiap benda
dikatakan juga ’res nulius’ yang
berarti benda tanpa ada yang berhak untuk dimilki siapapun secara pribadi.
Dari pemilikan bersama inilah lambat laun lahir dan berkembang hak
milik pribadi dan perkembangannya itu berlangsung melalui 3 tahap :
*Fase pertama : Mula-mula
diantara anggota masyarakat diadakan perjanjian untuk memperoleh hak milik atas
benda-benda yang diinginkan masing-masing dengan ketentuan bahwa seorang
anggota masyarakat hanya boleh memiliki benda-benda yang diinginkannya bila
benda-benda tersebut belum menjadi hak milik anggota yang lain (benda-benda
yang belum bertuan). Pemilikan benda pada masa ini masih semata-mata bersifat
jasmaniah tanpa didasari hak yuridis apapun. Karena itu pemilikan ini lebih
dikenal sebagai pemilikan ‘alamiah’ atau ‘possesio
naturalis’ akibatnya keadaaan
kedudukan hak milik pada masa itu masih sangat lemah karena dasar mempunyai
satu benda belum dapat dibuktikan atau dipertahankan secara yuridis karena bila
seandainya terjadi pencurian, pemilik barang yang dicuri itu tidak dapat
berbuat apa-apa meski ia tahu siapa pencurinya dan dimana barang itu berada
berhubung hak miliknya atas barang tersebut sama sekali tidak dilindungi oleh
hukum pada masa itu.
*Fase kedua : Pada tahap ini, hak milik pribadi atau perorangan telah
lebih disempurnakan dalam hukum dimana selain hanya melalui penguasaan secara
jasmaniah, hak milik seseorang atas suatu benda itu telah dapat pula
dibuktikan/dipertahankan secara yuridis. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa
disamping penguasaan jasmaniah, hak milik pribadi tersebut telah pula meliputi
penguasaan yuridis sehingga selain perlindungan jasmaniah dari pemiliknya
sendiri (misalkan melalui penyimpanan yang aman, penjagaan yang ketat dan
sebagainya), hak milik seseorang atas suatu benda itu mendapatkan jaminan
perlindungan pula dari hukum, sepanjang benda tersebut sendiri diperoleh
pemiliknya melalui cara-cara yang tidak melawan hukum.
Akibatnya bila seandainya terjadi gangguan terhadap hak milik pribadi
seseorang yang sah menurut hukum, maka hukum melalui tindakan para fungsionarisnya
seperti Polisi, Jaksa, Hakim dan sebagainya dapat memberantas gangguan tersebut
dengan jalan mengembalikan benda yang menjadi obyek hak milik yang terganggu
kepada pihak yang berhak (pemiliknya) bila hal itu masih mungkin dilakukan; dan
menindak tegas para pelaku pengganggu hak milik tersebut menurut peraturan
hukum yang berlaku setempat pada waktu itu.
*Fase ketiga : Pada fase ini , hak milik pribadi atau perorangan telah
berkembang ke dalam tahap yang lebih matang, karena kedudukan hak milik, penggunaannya,
penguasaannya bahkan sampai pada penikmatan hasilnya dijamin penuh oleh
hukum/undang-undang yang berlaku. Sejak tercapainya fase ini kian hari kian
banyaklah benda-benda milik pribadi diseluruh dunia menandingi benda –benda
milik negara sebagai organisasi masyarakat tertinggi.
Dalam hubungannya dengan hak milik, keadilan itu pada intinya berwujd
sebagai ‘catur tunggal’ karena pada kenyataannya keempat macam keadilan itu
saling melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain sehingga membentuk satu
kesatuan pula, yang terdiri atas :
1. Keadilan senilai atau keadilan timbal balik yang biasa disebut juga
keadilan dalam pertukaran (justitia connutativa).Contoh : keadilan yang
melandasi :
a. jual beli
b. barter atau pertukaran barang-barang yang seharga
c. pertukaran antara barang dan jasa (sebagai prosedur perolehan milik
melalui kerja berimbalan) dan sebagainya.
2. Keadilan dalam pembagian atau penyebaran (justitia distributive). Contoh
pendermaan dana bantuan bagi fakir miskin baik berupa uang atau benda yang
perlu dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidup primer mereka yang tidak mampu
memenuhinya sendiri.
3. Keadilan berdasarkan Undang-undang (justitia legalis). Contoh :
keadilan dalam pembayaran pajak kekayaaan atas bendamilik pribadi yang harus
dibayaroleh pemiliknya yang biasanya diselaraskan dengan harga, manfaat dan
keadaan benda yang bersangkutan, baik untuk benda yang tetap maupun benda yang
bergerak/lepas. Demikian pula keadilan dalam hal pembayaran upah/gaji buruh
yang tidak boleh lebih rendah dari batas minimum yang ditetapkan dalam
undang-undang/peraturan pelaksanaannya agar dengan penghasilan tersebut buruh
yang bersangkutan paling tidak dapt memperoleh pemilikan (masih mampu membeli)
benda-benda kebutuhan hidupnya setidak-tidaknya sampai pada tingkatan primer,
atau mungkin juga bisa mencapai tingkatan sekunder dan tertier melalui waktu
yang relative lebih lama dan bekerja yang lebih lama dengan pengertian
kebijaksanaan majikannya.
4. Keadilan social (justitia sosialis), yaitu suatu nilai takaran atau
ukuran bagi masyarakat untuk menentukan dan mewujudkan keadilan menurut
undang-undang dalam rumah tangga negara pada setiap situasi dan kondisi
berdasarkan nilai-nilai pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Jadi sekarang kalau kita pandang hak milik dan keadilan dalam suatu
hubungan, menurut kesadaran hukum yang sehat, yang sesuai dengan fungsi murni
hukum itu sendiri yakni untuk menempatkan eksistensi dan kedudukan manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai realitas lahir dan batin, maka
dapatlah dibuktikan bahwa hak milik dan keadilan itu pada hakikatnya adalah
satu dwitunggal yang tidak dapat dipisah-pisah, ataupun dicerai beraikan karena
pada kenyataannyalah :
1. Hak milik selalu harus didasarkan pada keadilan dengan tujuan agar
jangan sampai hak milik itu berlebihan dalam arti melampaui batas kelayakan
menurut pandangan hidup, sehingga menimbulkan gambaran ketidakadilan adanya
penumpukan hak milik di pihak yang satu dan terkurasnya hak milik di pihak yang
lain seperti yang terjadi dalam aliran Kapitalisme.
2. Demikian pula sebaliknya, keadilan pun harus selalu mengakui dan
melindungi hak milik, agar jangan sampai eksistensi hak milik itu terhapus oleh
adanya pandangan hukum yang tidak sehat seperti dalam aliran Komunisme.
Berdasarkan jalan pandangan diatas terbuktilah dengan jelas, bahwa
dimana ada hak milik disitu akan dan harus ada keadilan dan demikian pula
sebaliknya, di mana ada keadilan disitu harus ada hak milik, sebagai hak
pribadi penuh yang mencerminkan kemerdekaan manusia seutuhnya, dalam arti
manusia yang sungguh-sungguh memegang haknya sebagai manusia tanpa
menyalahgunakannya selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
termulia yang diridhoi Allah Swt.
3.PERKEMBANGAN
KONSEP KELUARGA DAN SISTEM SOSIAL SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KONSEP HUKUM
Lajunya
perkembangan hak milik pribadi di suatu negara bergantung pada faktor-faktor :
1. Pendapatan perkapita penduduknya
2. Keadaan alamnya
3. Falsafah negara
yang menjiwai kehidupan bangsa di negara itu
4. Berbagai latar
belaknag yang khusus dari kehidupan bangsa yang bersangkutan.Misalkan
sejarahnya, adat istiadatnya, agama dan kepercayaannya, kebudayaannya, dsb
Karena keadaan faktor-faktor diatas
berbeda antara satu negara dengan negara yang lain, maka masing-masing negara
mempunyai pandangan sendiri-sendiri terhadap hak milik yang kadang bersamaan
dan kadang pula berlainan dengan negara lainnya.
Pada dasarnya yang dapat menjadi
obyek hak milik seseorang secara pribadi ialah segala macam benda yang diperlukannya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (beserta kebutuhan orang lain yang ditanggungnya, misal
keluarganya, buruhnya yang langsung hidup dibawah tanggungannya, dsb)
Tuntutan kebutuhan hidup yang
dirasakan oleh orang-perorangan, terbagi 2 yakni :
1. Tuntutan
kebutuhan yang bersifat absolut/umum yang berunsur mutlak, kekal dan universal
berlaku bagi segala zaman
2. Tuntutan
kebutuhan yang bersifat sementara, relatif, spesifik serta dipengaruhi oleh
pekerjaan/kedudukan seseorang, keadaan alam geografis dan pergantian zaman.
Yang jelas segala macam benda yang
dapat dimiliki orang secara pribadi ialah, semua benda :
1. baik benda
benda yang merupakan kebutuhan primer, sekunder dan tersier
2. baik
benda-benda yang cara perolehannya cukup satu kali maupun yang harus berulang
kali
3. baik
benda-benda yang termasuk benda konsumsi atau produksi
4. baik
benda-benda yang sedang dibutuhkan pada masa sekarang maupun benda-benda yang
akan dibutuhkan pada masa-masa yang akan datang
5. benda-benda
lainnya yang meskipun sebenarnya tidak diperlukannya atau terlepas dari
kebutuhan hidupnya, sepanjang kepemilikan benda-benda tersebut tidak merugikan
kepentingan orang lain dan tidak mengganggu kepentingan umum. (Yusuf Zainal)
No comments:
Post a Comment