Robert Spaemann (1927- ) filsuf sekaligus teolog Katolik konservatif
yang dilahirkan di Berlin, Jerman. Professor emeritus Universitas München ini
mengidentifikasi kebaikan hati sebagai
fenomena paling dasar.
Garis pemikiran Spaemann menjembatani
eudemonisme Yunani klasik dengan deontologi kantianisme Kant dimana ia
melakukan rekonsiliasi kewajiban dengan kebahagiaan. Spaemann seolah bertolak
dari esai Plato manusia dalam gua. Konsep “Cinta” bilamana menikmati
kebahagiaan oranglain sebagai kebahagiaan sendiri dari titik ini diterimalah konsep
kebaikan hati sebagai dasar etik.
Spaemann memadukan insight dua filosof, Leibniz dan Aristoteles, yang pertama
menunjuk pada ajaran cinta kasih, kegembiraan karena kebahagiaan orang lain,
yang kedua menanamkan persahabatan sebagai puncak kebahagiaan yang dialami
manusia.
Basis etika cinta Spaemann, bahwa Kalau dua
orang saling mencintai, kebahagiaan dan kewajiban, perhatian pada diri sendiri
dan pada orang lain, menjadi satu pengalaman kebaikan. Bertanggung jawab atas
keselamatan orang yang dicintai menjadi kewajiban bagi yang mencintai. Padahal
dalam ini kewajiban kehilangan segala keasingan, ketegaran. Memenuhi kewajiban
itu terhadap yang dicintai membahagiakan. Begitu pula dalam cinta keselamatan
dan kebahagiaan orang yang dicintai menjadi keprihatinan dan kepentingan saya
yang pertama. Aku puas kalau dia puas. Aku gembira kalau dia gembira. (Delectatio in felicitate alterius ). Maka
hubungan antara manusia dan model segala kewajiban etika adalah cinta dan
persahabatan. Adapun persahabatan, konsekuensi dari persahabatan “melahirkan
situasi” krusial, yakni ketika sahabat meminta pertolongan maka kita ‘harus’
menolongnya, dimana “harus” disini merupakan derivasi dari persahabatan yang
tidak terpisah dari realitas sahabat itu sendiri, bukannya diingatkan, diminta
bahkan disuruh. Keharusan menolong dalam persahabatan diluaskan kepada nilai
umum yang berlaku universal, bukan hanya ‘sahabat’ dalam arti khusus namun
terhadap sesama yakni merentangkan tanggungjawab sesama.
Mengapa Cinta ? Tempat asali segala moral
adalah cinta, dimana kedua nilai bertentangan egoisme dan altruisme tidak
saling menegasikan. Fenomena cinta memperlihatkan hakikat kebahagiaan dan
tanggungjawab terhadap diluar aku (ego). Dalam “memenuhi” cinta langsung
terletak kebahagiaan, demikian pula dalam “memotivasi” tindakan cinta membawa
kebahagiaan (mind virtue). Arah
selanjutnya ialah Cinta sesama (persahabatan) yang kemudian terarah pada
tanggungjawab sesama. Kebaikan hati adalah keniscayaan yang timbul ketika
merentangkan tanggungjawab sesama mulailah keberadaan yang lain dilihat sebagai
realitas. Kenyataan mendahului semua pertimbangan teoritis, melekat bersama
kewajiban dan tanggungjawab.
Bagaimana
proses ‘evolusi’ nilai itu berlangsung ? Spaemann menyebut gagasan Bersalah
karena tidak ‘melihat’ ? Sebuah fenomena kontradiktif “rasa bersalah” merupakan
bagian dari proses membangun akal budi, rasa bersalah yakni kesadaran bahwa
kita tidak seluruhnya “tertidur”. Kesadaran yang dialami dalam proses
berkembangnya kebaikan hati berimplikasi pada rasa bersalah, tapi sekaligus
anugerah bahwa manusia dikaruniai kebaikan kebahagiaan berupa akal budi yang
mendapat penajaman oleh kebaikan hati.
Rangkaian pemikiran Spaemann mencita-cita
terwujudnya ‘Ordo Amoris’ (tatanan
cinta). Mengingat cinta tanda keterbukaan akal budi yang mengantarkan kepada
kenyataan, dimana membuka ‘kedua mata’, “mata hati” dan “mata akal budi”. Dalam
cinta kita melihat kenyataan adanya ‘yang lain’, kebahagiaan dengan bahagianya
objek cinta sekaligus kewajiban sesama diupayakan terealisasi dalam sebuah rule. Tatanan kebahagiaan egoisme dan
altruisme disatu pihak saling mendukung dengan tatanan kewajiban dan
tanggungjawab dipihak lainnya. Namun ada perbedaan tatanan tanggungjawab; yang
mutlak dan yang relatif.
Yang mutlak adalah tanggungjawab negatif,
yakni tidak melakukan apapun kepada orang lain yang tidak baik atau tidak
menghormati orang lain sebagai persona, sedangkan tanggungjawab positif yang
relatif yakni melakukan sesuatu kepada orang lain yang baik atau mengormati
orang lain sebagai persona dibatasi dengan pertimbangan pertimbangan situasi
kondisi tertentu, misal fisik, sosial dan budaya atau tanggungjawab terhadap
perbuatan kita yang menunjukan hubungan sebab akibat langsung maupun yang
akibatnya dapat kita perkirakan. Ringkasnya, konsep cinta, menuju cinta sesama
(persahabatan) dan berujung pada kebaikan hati. Yang belakangan ini membangun
akal budi dan (dengan kesadaran) melahirkan kenyataan. Dus inti dari pemikiran
Spaemann, bukanlah mewujudkan hidup yang benar (das sollen) melainkan
antisipasi hidup yang benar (das sein). Karena dengan kebaikan hati kita harus
hidup dengan benar meskipun ditengah situasi yang tidak benar.
Referensi :
Robert Spaemann, 1990, Basic Moral Concepts
---------------, 2000, Happiness and
Benevolence
Franz Magnis Suseno 2013, Etika Kepedulian
: Kritik Terhadap Kant
No comments:
Post a Comment