Monday, March 11, 2013

Who’s the most beautifull Snsd ?


Girls’ Generation (Korean: Hangul – 소녀시대; Hanja -  少女時代) is a popular nine-member South Korean girl group formed by SM Entertainment in 2007. The members are, in order of announcement to be in the group, Yoona, Tiffany, Yuri, Hyoyeon, Sooyoung, Seohyun, Taeyeon (leader), Jessica, and Sunny. They are commonly referred to as SNSD, the acronym of the group’s Korean name So-Nyeo Shi-Dae or So-Nyuh Shi-Dae.

1.Im Yoona                       Point  9,9                        perfect lady, freshly beautiful, neatly beautiful, beautiful like a doll, whatever she wears she’s always pretty 

1.Kwon Yuri                         9,9                             prettiest, sexy lady, smooth skin, child like teenage girls, young lady full of aegyo

3.Kim Tae Yeon                9,8                                the innocent long hair, the cute tied  up hair, the bubbly long shag

4.Jessica Jung                 9,7                                 She’s a princess, pretty and cute girl, beautifully pose, vocal aegyo

4.Seo Hyun                      9,7                                 at 17 years of age pure charm, at 18 years of age innocent charm, no matter how many times you she looks more charming every time

6.Sunny                           9,5                               She’s cutest, pretty, innocent eye smile aegyo, cute facial expression aegyo, smooth high pitched vocal aegyo

6.Tiffany Hwang               9,5                            pretty, super cute, lovely because she’s cute, eye blindingly pretty

8.Kim Hyoyeon                  9                                 pretty face, sexy dancer, cute guitarist, shy lady

9.Choi Soo Young               8                                 during debut cheerful charm, boyish girl charm, cute lady charm, more charmingly with long hair

Sunday, March 10, 2013

Etika Perasaan

Etika ini dihubungkan dengan David Hume (1711-1776) seorang filsuf yang lahir di Edinburg, Skotlandia. Kegiatan intelektualnya menghasilkan beberapa buku, yang terkenal diantaranya “A Treatise of Human Nature” (1739-1740), “Enquiry concerning Human Understanding” (1748), “Enquiry Concerning the Principles of Morals” (1751).
Prinsip filsafat Hume ialah pengetahuan berasal dari pengalaman dan pengenalan indrawi yang merupakan bentuk pengetahuan yang jelas dan sempurna. Hume secara radikal menolak substansi dan kausalitas  tanpa sumber empiris.  Rasio atau akal dalam pendapat Hume tidak dapat bekerja tanpa kesan-kesan indrawi, tidak ada generalisasi pengalaman yang dapat dibenarkan secara rasional seperti gagasan yang ada adalah ingatan akan kesan-kesan indrawi.
Etika perasaan sesuai dengan Hume yang empiristik, karena pandangannya bahwa segala yang empiristik menjadi sebab dari apa yang dilakukan maupun dikatakan manusia. Maka ‘perasaan’-lah menurut Hume yang mendorong seseorang melakukan nilai-nilai tertentu dalam hidupnya. Setiap orang memiliki perasaan baik yang menyangkut dirinya maupun orang lain. Jadi kita semua memiliki perasaan, ingin menolong orang, membantu sesama, terharu, dlsb yang semua itu tidak ada hubungannya dengan akal. Dalam timbangan perasaan inilah sifat baik dan buruk dapat diyakini berada oada perbuatan tertentu.
Hume lebih jauh lagi menghubungkan perasaan ini dengan hubungan sosial manusia, dimana seorang manusia juga terdorong melakukan sesuatu yang membuat orang lain merasa nikmat dan sekaligus pula melindungi dirinya sendiri dari perasaan sakit. Ketika seseorang melakukan perbuatan baik maka itu juga menyangkut perasaan dirinya. Kebaikan hati ini timbul dari kemampuan ikut merasakan bersama orang lain, hal inilah yang dinamakan simpati. Dan simpati adalah bakat alamiah manusia. Adapun perbedaan pendapat terkait moralitas yang terdapat dalam banyak masyarakat dan bangsa, menurut Hume hal itu tidaklah penting, sebab bagaimanapun juga terdapat persamaan esensial yang elementer dalam perasaan semua manusia. (Yusuf Zainal) 

Etika Kodrat

Kodrat mengacu kepada realitas, struktur realitas, hakekat realitas yang ada, segenap makhluk yang ada mempunyai kodratnya masing-masing. Kegiatan dan pengembangan kodrat merupakan tujuan masing-masing makhluk.
Pemikiran etika kodrat dikaitkan dengan Thomas Aquinas (1225-1274) yang lahir di Roccasecca, Aquino, Kota kecil antara Roma dan Napoli. Ia seorang imam Katolik dan biarawan penganut Ordo Domonikan, Santo Domonikus yang mendapat pengajarannya di Napoli, kemudian ia juga belajar ke Paris, Prancis hingga Koeln, Jerman. Aquinas berada pada periode kejayaan Filsafat Teologi Skolastik[1] yang menempatkannya sebagai salah satu pemikir Kristen terpenting, tentunya disamping St Paul dan Agustinus.
Karya intelektual Aquinas sangat banyak, diantara yang populer ialah “Summa Theologiae”, “Summa Contra Gentilles”, dalam karyanya “Summa Theologiae”,  ia berusaha menjelaskan dengan lengkap hubungan manusia dengan Tuhan hanya dengan mengandalkan pada pemikiran filsafat tanpa bantuan “realistas” mistik atau “iman tanpa dukungan”. Aquinas menerima filsafat Aristoteles yang tanpa dimensi transenden, bersifat duniawi, analitis, inderawi, non metafisik, kemudian dicernanya, ditafsirkan dan dijelaskan sedemikian rupa sehingga tidak lagi terjadi konflik apalagi ancaman terhadap dogma-dogma Kristen. Ringkasnya dapat dikatakan bahwa Thomas Aquinas melakukan “Kristenisasi Arostotelian”
Dalam bidang etikanya, Aquinas yakin bahwa tujuan manusia adalah kebahagiaan (virtue), jika kebahagiaan menurut Aristoteles adalah renungan filsuf, maka Aquinas merumuskannya sebagai kontemplasi, kebahagiaan dalam memandang yang ilahi, nilai tertinggi yaitu Tuhan. Kontemplasi Aquinas tidak hanya mengarah kepada paham ‘euzen ‘ atau hidup yang baik tetapi tujuan yang terarah kepada Tuhan sebagai kepuasan tertinggi. Jadi dimaksudkan bahwa manusia baru mencapai tujuan hidupnya sesudah hidup ini.
Manusia dalam hal ini dibedakan dengan makhluk lainnya, karena mempunyai akal budi. Sehingga kehendak manusia dapat dibedakan menjadi aktivitas gerak, pertumbuhan , bernafas dan segala hal yang murni tanpa disengaja, dlsb, dimana hal yang ini terkait dengan determinan manusia sebagai makhluk hidup. Selain itu manusia memilki kehendak yang lain daripada makhluk hidup lainnya, seperti berfikir, rela berkorban dan nilai-nilai abstrak lainnya yang kesemuanya itu berangkat dari akal budi, kegiatan yang disengaja, konsekuensi dari kebebasan manusia. Kehendak yang belakangan inilah yang dapat dipertanggunggungjawabkan manusia dan mempunyai kualitas nilai baik atau buruk.
Dasar etika Aquinas ialah memadukan teologi alamiah (iman-wahyu) dan akal ilmiah (akal-indrera) dengan sebuah prinsip “Lakukanlah yang baik, janganlah melakukan yang jahat” Perbuatan baik mengarah kepada Tuhan, Perbuatan buruk menjauhkan dari Tuhan. Etika kodrat berarti manusia menaati kodratnya yang berasal dari Tuhan.(Yusuf Zainal)


[1] Skolastik berasal dari kata latin ‘Scholasticus’ yang berarti guru. Karena pada masa ini filsafat diajarkan di sekolah-sekolah atau universitas-universitas. Ciri khas filsafat ini ialah melekat dengan teologi kristiani dan dianggap bagian integral agama.