Saturday, February 16, 2013

Etika Deontologi

Deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’, yang berarti sesuatu yang harus dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Deontologi atau etika kewajiban sebagai ganti dari etika teleologi. Perbedaan dari etika ini dengan yang lainnya ialah, etika yang tidak tergantung dari hasil perbuatan atau terarah pada tujuan. Istilah ini digunakan pertama kali oleh filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant (1724-1804).
Immanuel Kant lahir di koningsberg di Prussia Timur yang sesudah Perang Dunia II termasuk wilayah Uni Soviet dan diganti namanya menjadi Leningrad. Ayahnya seorang tukang pembuat pelana. Berkat bantuan saudara-saudaranya ia dapat menyelesaikan studinya di universitas Koningsberg, hingga akhirnya ia mengajar dan menjadi guru besar di universitas yang sama. Ia tidak pernah meninggalkan kotanya sampai wafat. Kant adalah filsuf modern Barat berpengaruh bahkan mungkin paling berpengaruh. Pemikirannya yang analitis dan tajam (khususnya epistemologi, metafisika dan etika) mau tak mau menjadi patokan dasar pemikiran filosofis sesudahnya.  
Kant mengembangkan filsafat yang dinamakannya “kritisisme” yang dilawankan dengan seluruh filsafat sebelumnya yaitu “dogmatisme”. Dengan ini juga dimaksudkan Kant mengkritik pertentangan diantara metafisika rasionalistik dan skeptisisme empirik, menurutnya kedua pandangan itu sama-sama benar separuh dan salah separuhnya, baik “indra” maupun “akal” sama-sama memainkan peranan dalam konsepsi mengenai dunia.
Kant banyak dipengaruhi oleh Hume, dengan mengkritik metafisika barat yang dinilainya telah melalaikan keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami realitas sesungguhnya, tetapi Kant justru meletakkan metafisika sebagai penjamin etika lebih jauh lagi eksistensi Tuhan  diperlukan sebagai postulat kehidupan moral.
Ada 3 karya Kant di bidang etika, The Foundation of the Metaphysics of Morals (pendasaran metafisika moral, 1785), Critique of Practical Reason (kritik akal budi praktis, 1788), dan Metaphysics of morals (metafisika moral). Metode Kant disini adalah murni apriori, berarti tanpa menggunakan data-data realitas, misalnya pandangan orang lain, nilai-nilai budaya, lembaga-lembaga, perkembangan sejarah, struktur sosial, dlsb. Salah satu paham kunci dalam Kant adalah akal budi. Akal budi ialah kemampuan untuk mengatasi medan panca indera, medan alam. Akal budi dibedakan dalam dua jenis praktis dan teoritis, perbedaannya ialah yang praktis tidak bersyaratkan data-data empiris, akal budi inilah yang merupakan kemampuan memilih tindakan tanpa segala penentuan indrawi ,misalnya dorongan batin, kebutuhan, nafsu , emosi, perasaan, dlsb, jadi akal budi praktis adalah kemampuan manusia bertindak tidak menurut hukum alam yang ada.
Etika Kant disini menyangkut (saling terkait) : suara hati, otonomi dan kebebasan dalam suara hati, konsep imperatif kategoris dan pembedaan moral dari legalitas.
*Suara hati
Suatu sikap atau tindakan secara moral betul hanya kalau itu sesuai dengan norma atau hukum moral. Dasar moralitas ini ditemukan dalam prinsip-prinsip akal budi yang dimiliki secara umum oleh setiap orang yang dengan demikian maka mengikat setiap orang yang berakal budi.
Dari prinsip akal budi inilah maka dipergunakan suara hati yang adalah kesadaran kewajiban manusia dalam situasi konkret, dorongan dalam jiwa untuk melakukan suatu hal dengan memandang kebebasan dan tanggungjawab manusia.
*Otonomi dan kebebasan
Otonomi adalah sifat dari suara hati manusia individual, bagaikan satpam dalam diri, ia hanya tunduk pada hukum yang ditetapkannya sendiri. Kebebasan adalah konsekuensi dari kesadaran moral manusia, jadi mengikut suara hati yang terdapat otonomi sekaligus menunjukan kebebasan manusia dalam berkehendak. 
Dalam pengembangan otonomi dan kebebasan, Kant menempatkan Tuhan untuk menghindari bahaya heteronomi (penentuan etika dari luar) dari etika teonom (etika teologi) kepada sumber hukum yang tertinggi dan tujuan akhir yang bersifat mutlak di luar ruang lingkup moralitas. Tuhan walaupun bukan bagian hakiki dan konstitutif dari filsafat Kant namun diperlukan sebagai sumber moralitas mengikat sejauh ia disadari akal budi.
*Konsep imperatif kategoris
Imperatif kategoris (perintah yang mengikat mutlak setiap mahkluk rasional dan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri). Rumusan pokok imperatif kategorisnya yang menegaskan prinsip universalisasi kaidah tindakan berbunyi sebagai berikut: "Bertindaklah sedemikian rupa sehingga prinsip atau kaidah tindakanmu itu bisa sekaligus kau kehendaki sebagai kaidah yang berlaku umum".
Dan bentuk dari imperatif kategoris mencakup didalamnya penghormatan terhadap kemanusiaan, yakni "Bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau memperlakukan kemanusiaan entah dalam dirimu sendiri atau dalam diri orang lain senantiasa sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, dan tidak pernah melulu sebagai sarana."
*Pembedaan moral dari legalitas
   Kant sangat menekankan pelaksanaan kewajiban moral demi tugas itu sendiri dan bukan demi tujuan-tujuan lain. Moralitas baginya menyediakan kerangka dasar prinsip dan peraturan yang bersifat rasional dan yang mengikat serta mengatur hidup setiap orang, lepas dari tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan pribadinya. Norma moral mengikat setiap orang di mana pun dan kapan pun tanpa kecuali. Ia sangat menekankan kemurnian motivasi sebagai ciri pokok tindakan moral, dan kemurnian ini nampak dari sikap mentaati kewajiban moral demi hormat terhadap hukum/norma yang mengatur tingkah lakunya, bukan demi alasan lain. Setiap orang mesti bertindak tidak hanya sesuai dengan tugas dan kewajibannya tetapi juga demi tugas dan kewajibannya tersebut (kewajiban demi kewajiban). Pelaksanaan tugas dan kewajiban moral karena itu dianggap menguntungkan untuk dirinya atau orang lain, dianggap tidak ada kaitannya dengan moralitas. (Yusuf Zainal)

No comments:

Post a Comment