Tuesday, February 18, 2014

Syirik Dan Orientasi Manusia


Syirik sebagai suatu dosa terbesar dalam agama tidak dapat dipahami secara gradual apalagi dikotomi vis an sich  melainkan penyusupan total dalam semua sendi relung kehidupan. Syirik besar merupakan syirik yang jelas dan terbuka jika seorang makhluk merasa menjadi hamba (abdi Tuhan) namun disaat yang sama juga menjadi hamba dari selain Tuhan, sejatinya dengan kondisi demikian sama saja dengan menolak Tuhan karena syirik menolak keesaan Tuhan yang berarti menafikan kekuasaanNya.
Dimasa kini tidak sulit untuk menemukan pelaku syirik besar tetapi tidak demikian dengan syirik kecil, sang pelaku seolah-olah beriman dan mengakui keesaan Tuhan namun tanpa disadarinya ia telah melakukan syirik, ia memang tidak memberikan loyalitasnya kepada selain Tuhan, walau demikian tanpa disadarinya terselip ke”tuhan”an pada hal-hal yang lain yang justru membuatnya semakin jauh dari Tuhan.
Kecintaan pada dunia dan hawa nafsu insaniyah menjadi faktor yang melalaikan manusia dari penyatuan. Tuhan menghendaki penyatuan karena keesaan adalah diriNya disisi lain manusia berjuang demi memurnikan ketaatannya hanya kepada Tuhan. Seringkali manusia diperdayakan oleh panjangnya angan-angan, hawa nafsu (indrawi) yang terus mengejar, akal pikiran dan hati nurani yang dideterminasi alam bawah sadar yang berorientasi inderawi maupun kesan-kesan semu, misal kebanggaan diri, pemuja harta, kedudukan, kebergantungan pada selain Tuhan.
Meski dengan akalnya manusia menyadari bahwa ia akan menuju kepada kefanaan[1], hati nurani yang selalu menuntun manusia mencapai nilai–nilai spiritual, misal kesenangan dalam berbuat baik, pengorbanan, cinta kasih sesama, dlsb, manusia dalam ketidakberdayaan menghadapi pusaran material duniawi baik yang terang maupun berselubung ukhrawi yang semuanya menempatkan kebahagiaan sebagai pemenuhan ego manusia bagaimanapun caranya. Orientasi seorang manusia hendaklah menjalankan fungsi kemakhlukannya dengan berperan sebagai hamba Tuhan jika tidak maka kemanusiaannya tidak bergerak dari sekedar makhluk biasa. (Yusuf Zainal)
 


[1] Dimaksudkan kefanaan material bukan kefanaan esensi manusia

No comments:

Post a Comment